Penyebab Kecemasan Matematika dan Pencegahannya - Kecemasan matematika sering disebut juga ketakutan terhadap matematika. Kecemasan matematika banyak melanda siswa yang belajar maupun guru yang mengajar matematika. Kecemasan, ketakutan, ketegangan atau phobia matematika ini perlu dicari cara pencegahan, cara penanggulangan ataupun cara mengurangi kecemasan matematika tersebut sehingga keluhan akan kemampuan matematika dengan sendirinya dikurangi. Marilyn Curtain-Phillips dalam tulisannya yang berjudul “The Causes and Prevention of Math Anxiety” mengutip pernyataan Tobias (1993) bahwa kecemasan matematika dapat menyebabkan seseorang kehilangan kepercayaan diri. Padahal, semua orang tahu bahwa kepercayaan diri sangat penting dalam suatu proses belajar
Lalu, apa yang dimaksudkan dengan kecemasan matematika, ketakutan matematika, phobia matematika ataupun ketegangan matematika ? Secara umum kecemasan matematika telah didefinisikan sebagai:
Jika kita membaca berbagai hasil penelitian, rata-rata menegaskan bahwa tekanan waktu tes dan ketakutan akan risiko mendapatkan rasa malu telah lama dikenal sebagai sumber ketegangan yang tidak produktif pada banyak siswa. Pembelajaran matematika di sekolah dasar memang menyisahkan banyak masalah. Masalah-masalah ini berkontribusi penting bagi terciptanya kecemasan matematika siswa.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional telah banyak menyebabkan kegelisahan pada diri siswa. Oleh karena itu, metode pengajaran harus dikaji ulang. Konsekuensinya, harus ada penekanan lebih pada metode pengajaran yang mengurangi ceramah, dan memperbanyak kegiatan diskusi.
Mengingat fakta bahwa banyak siswa mengalami kecemasan matematika pada proses pembelajaran yang tradisional, guru harus merancang ruang kelas yang akan membuat anak merasa lebih sukses. Siswa harus memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi atau tingkat kegagalan yang dapat ditoleransi. Oleh karena itu, kesalahpahaman siswa atau miskonsepsi siswa dalam memahami materi matematika harus ditangani dengan cara yang positif untuk mendorong partisipasi siswa dan meningkatkan kepercayaan siswa.
Studi telah menunjukkan siswa belajar paling baik saat mereka aktif daripada pasif (Spikell, 1993). Teori multiple intelligences membahas gaya belajar yang berbeda. Pelajaran disajikan untuk visual/ spasial, logika/matematika, musikal, tubuh/ kinestetik, interpersonal dan intrapersonal dan verbal/linguistik. Semua orang mampu belajar, tapi bisa belajar dengan cara yang berbeda. Karena itu, pelajaran harus disajikan dengan berbagai cara. Misalnya, berbagai cara untuk mengajarkan konsep baru bisa melalui bermain peran, bekerja bersama-sama dalam kelompok, menggunakan alat bantu visual, dan menggunakan teknologi pembelajaran.
Peserta didik saat ini sangat berbeda dengan peserta didik berpuluh tahun yang lalu. Peserta didik saat ini lebih kritis dan mengajukan pertanyaan mengapa ada sesuatu yang dilakukan dengan cara ini atau dengan cara itu dan mengapa tidak seperti ini? Padahal peserta didik zaman dulu tidak mempertanyakan mengapa konsep matematika; mereka hanya hapal dan secara mekanis melakukan operasi yang dibutuhkan.
Siswa saat ini memiliki kebutuhan akan matematika praktis. Karena itu, matematika perlu sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka. Siswa senang bereksperimen. Untuk belajar matematika, siswa harus terlibat dalam mengeksplorasi, menduga, dan berpikir, tidak hanya terlibat dalam hafalan aturan dan prosedur.
Pengalaman negatif siswa di kelas matematika dan di rumah saat belajar matematika sering ditransfer dan menyebabkan kurangnya pemahaman tentang matematika. Menurut Sheila Tobias, jutaan orang dewasa terblokir dari peluang profesional dan pribadi karena mereka takut dinilai buruk dalam matematika oleh banyak orang. Pengalaman negatif ini tetap ada sampai masa dewasa mereka.
Matematika sering dikaitkan dengan rasa sakit dan frustrasi. Misalnya, tagihan yang belum dibayar, hutang tak terduga, buku cek yang tidak seimbang, formulir IRS adalah beberapa dari pengalaman negatif yang terkait dengan angka. Orang tua harus menunjukkan kepada anak-anak mereka bagaimana angka tersebut berhasil digunakan oleh mereka dengan cara yang menyenangkan, seperti memasak, menjahit, olahraga, pemecahan masalah dalam hobi dan perbaikan rumah.
Matematika harus dipandang secara positif agar kecemasan matematika dapat berkurang. Keadaan pikiran seseorang memiliki pengaruh besar terhadap kesuksesannya. Banyak permainan yang memiliki fenomena konsep matematika. Beberapa permainan yang bermanfaat dan dinikmati bagi pelajar adalah permainan kartu dan Tangrams. Beberapa permainan tradisional yang memiliki fenomena matematika dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam pembelajaran matematika. Permainan tradisional merupakan salah satu praktik-praktik matematika pada budaya tertentu yang sering disebut dengan Etnomatematika (Contoh Etnomatematika misalnya tertera pada artikel berjudul : Ada Matematika di Kampung Tradisional Bena)
Kadang-kadang dalam situasi yang tegang dan cemas, humor matematika sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Anak-anak suka menikmati permainan kartun dan mendengarkan atau membaca cerita lelucon. Hal lain yang disenangi anak-anak adalah Film Kartun, sehingga Kartun bisa digunakan untuk mengenalkan konsep atau untuk diskusi kelas.
Kebanyakan anak akan menguasai konsep dan keterampilan matematika lebih mudah jika dipresentasikan terlebih dahulu dalam gambar, gambar dan simbol. Misalnya manipulatif fisik atau benda konkret dapat digunakan untuk mengajarkan sebuah konsep matematika (Alasan detil tentang pentingnya manipulatif dalam pembelajaran bisa dibaca pada artikel: Mengapa Perlu Penggunaan Material Manipulatif dalam Pembelajaran Matematika ?). Dengan menggunakan manipulatif, gambar dan simbol untuk dijadikan model atau mewakili atau merepresentasikan gagasan abstrak, ditetapkan bagi anak anak untuk memahami abstraksi dari model-model yang diwakili. Dengan cara seperti ini siswa menikmati perubahan pembelajaran dari ceramah dan buku menjadi cenderung untuk mengeksplorasi dengan manipulatif dan menunjukkan ketertarikan yang lebih besar pada tugas pembelajaran di kelas.
Kerjasama kelompok dapat memberi siswa kesempatan untuk bertukar gagasan, mengajukan pertanyaan secara cuma-cuma, saling menjelaskan, mengklarifikasi gagasan dengan cara yang berarti dan mengungkapkan perasaan tentang pembelajaran mereka. Keterampilan ini diperoleh pada usia dini akan sangat bermanfaat sepanjang kehidupan sampai usia dewasa mereka.
Kesimpulannya, kecemasan matematika sangat nyata dan terjadi di antara ribuan orang. Sebagian besar kecemasan ini terjadi pada pembelajaran matematika karena kurangnya pertimbangan gaya belajar siswa yang berbeda. Saat ini, semua orang membutuhkan matematika. Matematika harus dipandang secara positif untuk mengurangi kecemasan matematika
Lalu, apa yang dimaksudkan dengan kecemasan matematika, ketakutan matematika, phobia matematika ataupun ketegangan matematika ? Secara umum kecemasan matematika telah didefinisikan sebagai:
perasaan ketegangan dan kecemasan yang mengganggu manipulasi bilangan dan pemecahan masalah matematika dalam berbagai bidang kehidupan maupun situasi situasi yang bersifat akademis.Pertanyaannya adalah darimana perasaan ketegangan tersebut ?
Jika kita membaca berbagai hasil penelitian, rata-rata menegaskan bahwa tekanan waktu tes dan ketakutan akan risiko mendapatkan rasa malu telah lama dikenal sebagai sumber ketegangan yang tidak produktif pada banyak siswa. Pembelajaran matematika di sekolah dasar memang menyisahkan banyak masalah. Masalah-masalah ini berkontribusi penting bagi terciptanya kecemasan matematika siswa.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional telah banyak menyebabkan kegelisahan pada diri siswa. Oleh karena itu, metode pengajaran harus dikaji ulang. Konsekuensinya, harus ada penekanan lebih pada metode pengajaran yang mengurangi ceramah, dan memperbanyak kegiatan diskusi.
Mengingat fakta bahwa banyak siswa mengalami kecemasan matematika pada proses pembelajaran yang tradisional, guru harus merancang ruang kelas yang akan membuat anak merasa lebih sukses. Siswa harus memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi atau tingkat kegagalan yang dapat ditoleransi. Oleh karena itu, kesalahpahaman siswa atau miskonsepsi siswa dalam memahami materi matematika harus ditangani dengan cara yang positif untuk mendorong partisipasi siswa dan meningkatkan kepercayaan siswa.
Studi telah menunjukkan siswa belajar paling baik saat mereka aktif daripada pasif (Spikell, 1993). Teori multiple intelligences membahas gaya belajar yang berbeda. Pelajaran disajikan untuk visual/ spasial, logika/matematika, musikal, tubuh/ kinestetik, interpersonal dan intrapersonal dan verbal/linguistik. Semua orang mampu belajar, tapi bisa belajar dengan cara yang berbeda. Karena itu, pelajaran harus disajikan dengan berbagai cara. Misalnya, berbagai cara untuk mengajarkan konsep baru bisa melalui bermain peran, bekerja bersama-sama dalam kelompok, menggunakan alat bantu visual, dan menggunakan teknologi pembelajaran.
Peserta didik saat ini sangat berbeda dengan peserta didik berpuluh tahun yang lalu. Peserta didik saat ini lebih kritis dan mengajukan pertanyaan mengapa ada sesuatu yang dilakukan dengan cara ini atau dengan cara itu dan mengapa tidak seperti ini? Padahal peserta didik zaman dulu tidak mempertanyakan mengapa konsep matematika; mereka hanya hapal dan secara mekanis melakukan operasi yang dibutuhkan.
Siswa saat ini memiliki kebutuhan akan matematika praktis. Karena itu, matematika perlu sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka. Siswa senang bereksperimen. Untuk belajar matematika, siswa harus terlibat dalam mengeksplorasi, menduga, dan berpikir, tidak hanya terlibat dalam hafalan aturan dan prosedur.
Pengalaman negatif siswa di kelas matematika dan di rumah saat belajar matematika sering ditransfer dan menyebabkan kurangnya pemahaman tentang matematika. Menurut Sheila Tobias, jutaan orang dewasa terblokir dari peluang profesional dan pribadi karena mereka takut dinilai buruk dalam matematika oleh banyak orang. Pengalaman negatif ini tetap ada sampai masa dewasa mereka.
Matematika sering dikaitkan dengan rasa sakit dan frustrasi. Misalnya, tagihan yang belum dibayar, hutang tak terduga, buku cek yang tidak seimbang, formulir IRS adalah beberapa dari pengalaman negatif yang terkait dengan angka. Orang tua harus menunjukkan kepada anak-anak mereka bagaimana angka tersebut berhasil digunakan oleh mereka dengan cara yang menyenangkan, seperti memasak, menjahit, olahraga, pemecahan masalah dalam hobi dan perbaikan rumah.
Matematika harus dipandang secara positif agar kecemasan matematika dapat berkurang. Keadaan pikiran seseorang memiliki pengaruh besar terhadap kesuksesannya. Banyak permainan yang memiliki fenomena konsep matematika. Beberapa permainan yang bermanfaat dan dinikmati bagi pelajar adalah permainan kartu dan Tangrams. Beberapa permainan tradisional yang memiliki fenomena matematika dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam pembelajaran matematika. Permainan tradisional merupakan salah satu praktik-praktik matematika pada budaya tertentu yang sering disebut dengan Etnomatematika (Contoh Etnomatematika misalnya tertera pada artikel berjudul : Ada Matematika di Kampung Tradisional Bena)
Kadang-kadang dalam situasi yang tegang dan cemas, humor matematika sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Anak-anak suka menikmati permainan kartun dan mendengarkan atau membaca cerita lelucon. Hal lain yang disenangi anak-anak adalah Film Kartun, sehingga Kartun bisa digunakan untuk mengenalkan konsep atau untuk diskusi kelas.
Kebanyakan anak akan menguasai konsep dan keterampilan matematika lebih mudah jika dipresentasikan terlebih dahulu dalam gambar, gambar dan simbol. Misalnya manipulatif fisik atau benda konkret dapat digunakan untuk mengajarkan sebuah konsep matematika (Alasan detil tentang pentingnya manipulatif dalam pembelajaran bisa dibaca pada artikel: Mengapa Perlu Penggunaan Material Manipulatif dalam Pembelajaran Matematika ?). Dengan menggunakan manipulatif, gambar dan simbol untuk dijadikan model atau mewakili atau merepresentasikan gagasan abstrak, ditetapkan bagi anak anak untuk memahami abstraksi dari model-model yang diwakili. Dengan cara seperti ini siswa menikmati perubahan pembelajaran dari ceramah dan buku menjadi cenderung untuk mengeksplorasi dengan manipulatif dan menunjukkan ketertarikan yang lebih besar pada tugas pembelajaran di kelas.
Kerjasama kelompok dapat memberi siswa kesempatan untuk bertukar gagasan, mengajukan pertanyaan secara cuma-cuma, saling menjelaskan, mengklarifikasi gagasan dengan cara yang berarti dan mengungkapkan perasaan tentang pembelajaran mereka. Keterampilan ini diperoleh pada usia dini akan sangat bermanfaat sepanjang kehidupan sampai usia dewasa mereka.
Kesimpulannya, kecemasan matematika sangat nyata dan terjadi di antara ribuan orang. Sebagian besar kecemasan ini terjadi pada pembelajaran matematika karena kurangnya pertimbangan gaya belajar siswa yang berbeda. Saat ini, semua orang membutuhkan matematika. Matematika harus dipandang secara positif untuk mengurangi kecemasan matematika